Rabu, Juli 26, 2006

Pilkada Depok, Contoh Kasus Pemecahan Konflik

Pilkada Depok, Contoh Kasus Pemecahan Konflik 

Laporan Wartawan Kompas R Adhi Kusumaputra
DEPOK, KOMPAS -- Pemilihan kepala daerah (pilkada) Depok merupakan contoh kasus pemecahan masalah konflik pilkada yang baik di Indonesia. Potensi konflik yang brutal seperti yang diperkirakan, ternyata tidak terjadi.

Demikian kesimpulan dari "summer class" untuk "peacebuilding" dan resolusi konflik (Summer Institute on Peacebuilding and Conflict Resolution/IPCR) di Kampus FISIP Universitas Indonesia, Depok, Rabu (26/7). Narasumber adalah Wali Kota Depok Dr Ir Nur Mahmudi Isma’il, pengamat politik Kavin Evans, dan moderator Dr Erry Seda. Peserta yang terdaftar 18 orang dari Amerika Serikat, Nigeria, Inggris, Ethiopia, Korea Selatan, Moldova, dan Swiss. IPCR juga diikuti mahasiswa S2 Sosiologi FISIP UI.

Moderator Erry Seda menyimpulkan bahwa ada contoh baik dari konflik pilkada langsung di Indonesia seperti di Depok, selain ada contoh buruk seperti pilkada di Tuban, Jawa Timur.

Wali Kota Depok Nur Mahmudi Isma’il menjelaskan, perjalanan pilkada langsung di Depok membutuhkan waktu yang relatif lama (26 Juni 2005-26 Januari 2006). Ini telah membawa hikmah sangat berarti dalam masa transisi menuju demokrasi lokal yang berkeadilan dan sekaligus menambah wawasan keilmuan politik, hukum, pemerintahan, sosiologi.

"Beragam resistensi konflik dari yang bersifat normal sampai terjadinya turbulensi dalam skala wajar, merupakan fakta yang harus diselesaikan berbagai pihak, baik secara kekeluargaan, mediasi maupun pengadilan. Meskipun sebagai jalan terakhir, pola penyelesaian konflik melalui pengadilan adalah sebuah alternatif yang dapat ditempuh untuk menuntut hak dan keadilan," kata Nur Mahmudi.

Kronologis

Dipaparkan ihwal awal konflik pilkada Depok ketika salah satu pasangan dari lima pasangan, yaitu Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad mengajukan keberatan ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat pada 11 Juli 2005 dengan menggugat KPU Kota Depok. Alasannya, terdapat kesalahan perhitungan suara sehingga pasangan itu dirugikan.

Sebelumnya KPU Depok mengumumkan hasil perhitungan suara pilkada 2005. Pasangan Nur Mahmudi Isma’il-Yuyun Wirasaputra meraih 232.610 suara atau 43,90 persen, disusul pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin Ahmad 206.781 suara (39,03 persen), Yus Ruswandi-Soetadi Dipowongso 34.096 (6,44 persen), Abdul Wahab Abidin-Ilham Wijaya 32.481 suara (6,13 persen) dan Harun Heryana-Farkhan 23.850 (4,5 persen).

Pada 4 Agustus 2005, Pengadilan Tinggi Jawa Barat mengeluarkan putusan No 01/Pilkada/2005/PT Bandung yang berisikan mengabulkan permohonan dari pemohon, menyatakan batal hasil perhitungan suara 6 Juli 2005, dan menetapkan jumlah perhitungan suara yang benar, yaitu suara Badrul Kamal-Sihabuddin Ahmad menjadi 269.551, sedangan suara Nur Mahmudi Isma’il turun menjadi 204.828. Keputusan ini menganulir kemenangan pasangan Nur Mahmudi-Yuyun W dan memenangkan pasangan Badrul Kamal-Syihabuddin.

Namun KPU Depok menolak hasil keputusan PT Jabar dan mengajukan memori Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) di Jakarta pada 16 Agustus 2005. MA pada 8 September 2005 mengumumkan pembentukan Majelis PK perkara sengketa Pilkada Depok dan menetapkan lima hakim agung.

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) pada 9 Agustus melaporkan persoalan Pilkada Depok ke Komisi Yudisial terkait putusan PT Jabar yang menganulir kemenangan Nur Mahmudi-Yuyun WS. Komisi Yudisial memeriksa hakim PT Jabar. MA juga memanggil hakim bersangkutan. Komisi Yudisial mengeluarkan rekomendasi ke MA agar memberikan sanksi kepada Ketua Majelis Hakim PT Jabar berupa pemberhentian selama setahun dan teguran tertulis ke empat anggota majelis hakim lainnya.

MA akhirnya memutuskan, mengabulkan permohonan PK dari KPU Depok, membatalkan putusan PT Jabar di Bandung tanggal 4 Agustus 2005, dan menolak keberatan dari permohonan Badrul Kamal-Syihabuddin ihwal pilkada Depok. Dengan putusan MA ini berarti Nur Mahmudi Isma’il-Yuyun Wirasaputra sah dan punya kekuatan hukum yang tetap sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok.

Pada 3 Januari 2006, pasangan Badrul Kamal mengajukan permohonan keberatan atas putusan MA ke Mahmakah Konstutusi. Namun MK tenyata tak punya wewenang mengadili sengketa Pilkada Depok karena belum merupakan sengketa antarlembaga.

Menteri Dalam Negeri mengeluarkan surat pengesahan pengangkatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok. Pada 26 Januari 2006, Gubernur Jabar Danny Setiawan atas nama Mendagri melantik Nur Mahmudi Isma’il-Yuyun Wirasaputra sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok 2006-2011.
(http://www2.kompas.com/ver1/metropolitan/0607/26/135951.htm)