Jumat, Juli 27, 2007

Peringatan Kudatuli di Eks Markas PDI Garing

Peringatan Kudatuli di Eks Markas PDI Garing
 
Jakarta - Peringatan kerusuhan berdarah 27 Juli (Kudatuli) berlangsung garing. Hanya sekitar 30 orang yang berkumpul di lokasi berdarah 11 tahun lalu itu.

Pantauan detikcom hingga pukul 10.00 WIB, Jumat (27/7/2007), massa yang berada di eks kantor PDI, Jl Diponegoro 58, Jakarta, berasal dari PDIP Jawa Timur.

Pengamanan pun tidak ketat, hanya beberapa personel polisi berseragam yang mengamati dari kejauhan.

Acara berjalan sangat sederhana dimulai pukul 09.00 WIB selama sekitar 1 jam. Massa membacakan statemen, kemudian tabur bunga sambil menyanyikan lagu Gugur Bunga. Tidak ada tokoh PDI maupun PDIP.

Dalam pernyataannya, penasihat Forum Komunikasi Kerukunan (FKK) 124 M Natsir yang mewakili korban Kudatuli, menolak pengadilan koneksitas. Mereka meminta dibentuknya pengadilan HAM ad hoc. Dia juga menilai banyak kepentingan politik yang menjegal penuntasan kasus ini.

"Kasus ini terhambat karena ada konspirasi hukum dan politik. Selain itu, korban tidak akan pernah memberi maaf kepada pelaku," ujar Natsir.

Sementara Ketua Panitia Peringatan 27 Juli Kuncoro menyatakan akan secepatnya meminta Komnas HAM segera membentuk komisi penyidikan pelanggaran HAM. Insiden berdarah ini menewaskan 5 orang dan melukai ratusan orang.

"Secepatnya kami akan melaporkan. Ini masih tergantung kesepakatan kawan-kawan," kata Kuncoro. 
(http://www.detiknews.com/read/2007/07/27/104701/810188/10/peringatan-kudatuli-di-eks-markas-pdi-garing)

Kamis, Juli 26, 2007

Lee-Mega Rumpiin Pilkada DKI

Lee-Mega Rumpiin Pilkada DKI
 
Jakarta - Setelah mengunjungi Soeharto, mantan PM Singapura Lee Kuan Yew bertamu ke rumah Megawati Soekarnoputri. Kedunya ngobrol-ngobrol soal Pilkada DKI Jakarta.

Lee tiba di rumah Mega, Jl Teuku Umar No 27A, Menteng, Jakarta, Kamis (26/7/2007) sekitar pukul 12.00 WIB. Pertemuan berlangsung sekitar 40 menit.

Mega tampil dengan busana hitam polkadot putih. Ketua Umum PDIP ini didampingi suaminya, Taufiq Kiemas yang mengenakan batik.

Setelah pertemuan, Lee dan istrinya berfoto bersama Mega dan Taufiq di beranda rumah. Mega memberikan oleh-oleh kepada Lee dalam bentuk bungkusan kertas kado warna putih.

Setelah mengantar Lee sampai mobil, Mega dirayu wartawan untuk menyampaikan komentar. Mega menengok ke arah wartawan dan mau meladeni pertanyaan. Suatu hal yang jarang terjadi. Sementara Taufiq melihat dari kejauhan.

"Tadi dalam pertemuan beliau terheran-heran dan bertanya pada saya, kok banyak umbul-umbul. Terus saya terangkan, Jakarta mau pemilihan gubernur secara langsung," tutur Mega.

Selanjutnya, cerita mantan presiden ini, Lee dia menanyakan bagaimana jalannya perkembangan pilkada. Lee juga meminta pandangannya tentang situasi terakhir di Indonesia.

"Saya mencoba menerangkan dengan baik, dan beliau menerangkan juga pandangannya tentang Indonesia selama berada di Indonesia," kata Mega.

Mega menampik kedatangan Lee ke Indonesia untuk memperbaiki hubugan RI-Singapura yang renggang terkait defence cooperation agreement (DCA).

"Oh nggak. Beliau itu orang yang tahu aturan. Itu masalah internal (pemerintahan). Menurut beliau, hubungan selama ini sudah berjalan dengan baik. Itu dibuktikan beliau bisa main ke Indonesia, dan saya juga bisa main ke Singapura," kata Mega.
(http://www.detiknews.com/read/2007/07/26/132503/809757/10/lee-mega-rumpiin-pilkada-dki)

Megawati: Banyak Partai Repot

Megawati: Banyak Partai Repot
 
Jakarta - Banyak partai memang merupakan cerminan demokrasi. Namun bukan berarti tanpa rambu-rambu. Sebab kalau tidak, bisa-bisa repot.

"Saya sependapat jika Indonesia dikatakan banyak partai," kata Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri saat diminta komentarnya mengenai statemen mantan PM Singapura Lee Kuan Yew bahwa Indonesia punya banyak sekali partai.

Hal ini disampaikan Mega usai disambangi Lee di kediamannya, Jl Teuku Umar No 27A, Menteng, Jakarta, Kamis (26/7/2007).

"Harus ada aturan yang lebih tegas, siapa yang boleh ikut lagi dalam pemilu. Karena kalau tidak, maka akan lebih banyak partai dan repot," ujarnya.

"Yang harus kita lakukan adalah kematangan berpikir dan pendewasaan demokrasi," imbuh mantan presiden ini.
(http://www.detiknews.com/read/2007/07/26/134246/809771/10/megawati-banyak-partai-repot)